Membandingkan Curah Hujan Penyebab Banjir Zhengzhou, Cologne, dan Jakarta

Foto-foto dan video yang beredar di internet pada Selasa, 20 Juli 2021, menggambarkan banyak peristiwa tragis dan dramatis dari bencana banjir yang menyergap Provinsi Henan, Cina. Sebanyak puluhan ribu orang harus dievakuasi dan sedikitnya 33 orang tewas–hanya menghitung di Zhengzhou, ibu kota provinsi itu–karena banjir itu.

Data statistik mengungkap curah hujan yang turun memang luar biasa tidak normal. Kota Zhengzhou, misalnya, yang terdampak terparah, menerima curah hujan 21,75 inci atau hampir 550 mm dalam periode 24 jam sepanjang Senin malam hingga Selasa malam, 19-20 Juli, lalu. “Angka itu setara 87 persen dari curah hujan tahunan rata-rata kota ini,” bunyi keterangan Badan Meteorologi Cina, seperti dikutip The Week.

Zhengzhou juga tercatat menerima curah hujan 200 mm dalam satu jam. Sebagai perbandingan, wilayah Cologne di Jerman yang mengalami banjir bandang sepekan sebelumnya mencatat curah hujan 154 mm dalam 24 jam. Di Jakarta dan sekitarnya, curah hujan yang melampaui 100 mm dalam satu hari sudah cukup membuat masalah besar.

Sepanjang tiga hari, 17-20 Juli, curah hujan yang turun di seluruh wilayah Zhengzhou terukur sebesar 617 mm. Itu setara guyuran 4,59 miliar meter kubik air.

Zhang Mingying dari Biro Meteorologi Beijing mengatakan curah hujan seperti itu sangat wajar tak tertampung dalam sistem drainase yang ada di Zhengzhou, atau di kota-kota lainnya di Cina. Bahkan, Zhang menambahkan, sistem drainase di Tokyo, Jepang, yang mampu mengalirkan air hujan 200 meter kubik per jam pun tak sanggup menampungnya.

“Akan butuh 2.000 jam untuk mengalirkan 1,5 miliar meter kubik air hujan di Zhengzhou,” kata dia. Itu sebabnya bencana banjir hingga yang menenggelamkan jalur subway di Zhengzhou, menurut Zhang, tak terhindarkan. “Tak ada desain kota yang memperhitungkan curah hujan seperti itu,” katanya lagi.

Taifun Yanhua dituding di balik mimpi buruk Zhengzhou sepanjang Sabtu hingga Selasa lalu. Para ahli setempat menyebut taifun itu menyebabkan massa udara basah yang dibawanya terdorong dari laut ke daratan, hingga ke Henan yang berada di bagian tengah daratan Cina. Ketika massa udara itu menabrak pegunungan di Henan, terjadilah awan konvergensi dan hujan ‘bertumpuk’ di kawasan ini.

Re Guoyu, pakar iklim, menyebutnya sebagai fenomena. “Sirkulasi atmosferik yang abnormal pula menyebabkan cuaca ekstrem seperti hujan dahsyat di Eropa dan gelombang panas di Amerika Utara,” kata dia.

Re juga memberi catatan bahwa perubahan iklim menyebabkan lebih banyak kandungan uap air di udara, yang dapat mendorong frekuensi hujan ekstrem. Kota-kota yang selama ini tak akrab dengan intensitas hujan tinggi bisa berubah di masa depan.

Per Kamis, dampak taifun bergerak ke bagian utara Henan. Di Zhengzhou pun langit menjadi cerah kembali pada hari itu namun banjir masih merendam sebagian besar kota itu.

Tapi, di belakang Yanhua, taifun lainnya, In-Fa, juga diumumkan sedang tumbuh. In-Fa adalah taifun keenam sepanjang tahun ini. Perkiraannya, taifun menerjang daratan Cina pada Minggu 25 Juli 2021, tepatnya di utara Provinsi Zhejiang dan Fujian. Lebih dulu melibas wilayah Taiwan, dampak hujan badai karena taifun In-Fa di Cina diperkirakan memukul wilayah Zhejiang, Shanghai, Jiangsu, dan Anhui.

THE WEEK, GLOBAL TIMES, REUTERS, XINHUA

Add a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *