Buruh Tunda Aksi Demo 5 Agustus karena PPKM Diperpanjang

TEMPO.CO, Jakarta – Buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menunda aksi demo serentak yang sedianya akan digelar 5 Agustus di seribu perusahaan. Penundaan ini memperhatikan tingginya angka penyebaran Covid-19 dan perpanjangan masa pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM Level 4 sampai 9 Agustus 2021.

“Dengan mempertimbangkan kedua hal itu, KSPI menunda pelaksanaan aksi yang seyogyanya akan diselenggarakan pada hari ini,” ujar Presiden KSPI Said Iqbal pada Kamis, 5 Agustus.

Sebelumnya, KSPI berencana mengajukan tiga tuntutan kepada pemerintah. Pertama, buruh meminta pemerintah menyelamatkan nyawa pekerja dan masyarakat dengan mencegah penularan Covid-19. Sebab, hampir seribu pabrik di berbagai kota, termasuk yang merupakan golongan non-esensial dan kritikal, belum mengatur jam kerja selama PPKM Darurat dan PPKM Level 4.

Kedua, buruh menuntut pemerintah menjamin tidak adanya pemutusan hubungan kerja atau PHK. Buruh juga meminta pemerintah membatalkan Undang-undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja karena terbukti tidak ada niat baik pemodal untuk kesejahteraan buruh.

Ketiga, buruh menuntut pemberlakuan upah minimum standar kota bagi perusahaan-perusahaan yang mampu. Meski aksi demo ditunda, Said mengatakan buruh akan tetap mengkampanyekan tuntutan-tuntutannya kepada pemerintah.

“Buruh tetap menyuarakan dan mengkampanyekan penolakan terhadap omnibus law UU Cipta Kerja. Seperti diketahui, hari ini Mahkamah Konstitusi tetap menyelenggarakan persidangan uji formil terhadap UU Cipta Kerja, yang salah satunya diajukan oleg Riden Hatam Aziz sebagai anggota KSPI,” ujar Said.

Said mengatakan KSPI akan membongkar fakta dan data ihwal adanya cacat formal dan prosedural Undang-undang Cipta kerja yang tidak melibatkan partisipasi dari buruh pada saat proses penyusunannya. Selain itu, buruh akan membuktikan bahwa adanya undang-undang sapu jagad menyengsarakan kaum pekerja di tengah masa pandemi Covid-19.

Said berujar, saat ini puluhan ribu buruh mengalami perubahan status hubungan kerja dari karyawan tetap menjadi karyawan kontrak atau outsourcing dengan upah harian. Dampaknya, buruh yang merasakan adanya gejala Covid-19 terpaksa tetap bekerja karena terancam upah hariannya dipotong.

“Bila upahnya dipotong, buruh akan berkurang pendapatannya sehingga mereka khawatir tidak bisa memenuhi kebutuhan dan bayar kontrakan,” kata Said.

FRANCISCA CHRISTY ROSANA

Add a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *